Blog

Kontrak Kerja Konstruksi: Apa saja yang harus ada?

Thumbnail Artikel Kontrak Kerja Konstruksi: Apa saja yang harus ada?
Legal

Kontrak Kerja Konstruksi: Apa saja yang harus ada?

Kontrak kerja konstruksi menjadi salah satu landasan kontrak kerja sama dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Kontrak ini menjadi penting karena meskipun perusahaan bekerja sama dengan pemerintah, bukan berarti perusahaan dapat bebas dari risiko. Risiko kerja sama pembangunan infrastruktur akan tetap ada, namun perusahaan bisa meminimalkannya dengan menyusun kontrak yang baik dan benar.

Definisi

Kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. Hal ini berfungsi sebagai landasan atau acuan bagi para pihak yang terlibat dalam kegiatan jasa konstruksi, baik dalam bentuk layanan jasa konsultasi konstruksi, maupun pekerjaan konstruksi.

Kontrak ini merupakan wujud dari implementasi tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (UU Jasa Konstruksi). Tujuannya adalah menjamin ketertiban dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. Pada umumnya, para pihak yang dijamin dalam kontrak kerja konstruksi ada dua, yaitu pengguna jasa dan penyedia Jasa. Pengguna jasa adalah pemilik atau pemberi pekerjaan yang menggunakan layanan jasa konstruksi, sedangkan penyedia jasa adalah pemberi layanan jasa konstruksi.

Muatan Kontrak

Dalam menjamin kepastian hukum para pihak tersebut, sebenarnya tidak ada bentuk baku atau struktur baku dalam penyusunan kontrak kerja konstruksi, namun kontrak kerja konstruksi minimal harus memuat uraia-uraian yang mencakup hal-hal sebagai berikut:

  1. para pihak: memuat secara jelas identitas para pihak;
  2. rumusan pekerjaan: memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;
  3. masa pertanggungan: memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa;
  4. hak dan kewajiban yang setara
  5. penggunaan tenaga kerja konstruksi: memuat kewajiban mempekerjakan tenaga kerja konstruksi bersertifikat;
  6. cara pembayaran
  7. wanprestasi
  8. penyelesaian perselisihan: memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;
  9. pemutusan kontrak kerja konstruksi: memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;
  10. keadaan memaksa: memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;
  11. kegagalan bangunan: memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa dan/atau pengguna jasa atas kegagalan bangunan dan jangka waktu pertanggung jawaban kegagalan bangunan;
  12. pelindungan pekerja: memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;
  13. pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja: memuat kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
  14. aspek lingkungan: memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan;
  15. jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi atau akibat dari kegagalan bangunan; dan
  16. pilihan penyelesaian sengketa
Muatan Lainnya

Selain hal-hal tersebut, kontrak dapat memuat kesepakatan para pihak tentang:

  1. pemberian insentif
  2. hak kekayaan intelektual (harus dicantumkan bagi kontrak kerja konstruksi layanan jasa perencanaan)
  3. sub penyedia jasa serta pemasok bahan, komponen bangunan, dan/atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku
  4. kewajiban alih teknologi (apabila dilakukan dengan pihak asing)
Kesimpulan

Seluruh hal yang telah diuraikan di atas adalah klausula minimum yang harus ada dalam kontrak kerja konstruksi. Apabila para pihak ingin memperjanjikan hal lain, sama seperti kontrak pada umumnya, maka diperbolehkan berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Namun, hal yang diperjanjikan tersebut tidak boleh berlawanan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Bentuk kontrak kerja konstruksi juga dimungkinkan untuk mengikuti perkembangan kebutuhan para pihak serta situasi dan kondisi. Namun, kontrak tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ingin tingkatkan pengetahuan tentang hukum konstruksi di Indonesia? Ikuti kelas eksklusifnya dalam Corporate Lawyer Starter Kit 101 Batch XI hanya di ET-Asia!

Dasar hukum:
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi

Penulis:
Ratu Ayu Haristy Almosuz,
Legal Project Officer ET-Asia

0