ET-Asia

ACE Hardware Tidak Perpanjang Lisensi, Bagaimana Aturan Lisensi di Indonesia?

ACE Hardware
Legal

ACE Hardware Tidak Perpanjang Lisensi, Bagaimana Aturan Lisensi di Indonesia?

Perusahaan perlengkapan rumah tangga dan gaya hidup, ACE Hardware, dikabarkan akan mengganti namanya setelah perjanjian lisensinya selesai. Setelah 29 tahun beroperasi di Indonesia, PT ACE Hardware Tbk (ACES) memutuskan untuk tidak memperpanjang perjanjian lisensinya dengan perusahaan asal Amerika Serikat, ACE Hardware International Holdings.

Lisensi Ace Hardware akan berakhir di bulan Desember tahun ini. Kabarnya, PT ACE Hardware Tbk (ACES) akan mengganti namanya menjadi PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (AHI).

Sebenarnya, perusahaan yang menggunakan lisensi brand atau merek dagang luar negeri tidak hanya perusahaan seperti ACE Hardware. Brand kontes kecantikan seperti Miss Universe Indonesia pun menggunakan lisensi dari Miss Universe Organization (MSO) dan sempat mengalami perpindahan pihak pemegang lisensi yang mana hal tersebut adalah lumrah dalam praktik hukum kekayaan intelektual.

Aturan mengenai lisensi terdapat dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Menurut Pasal 1 angka 20 UU Hak Cipta, lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu.

Lisensi diberikan oleh pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait kepada pihak pemegang lisensi berdasarkan perjanjian tertulis untuk melakukan hak ekonomi, seperti penerbitan Ciptaan, pertunjukan Ciptaan, penyiaran ulang siaran, dan lain sebagainya.

Perjanjian lisensi yang diberikan ke pihak pemegang lisensi hanya berlaku selama jangka waktu tertentu, seperti lisensi ACE Hardware yang hanya berlaku hingga Desember 2024. Selain itu, perjanjian lisensi juga tidak boleh melebihi masa berlaku Hak Cipta dan Hak Terkait.

Isi perjanjian lisensi harus memuat kewajiban bagi penerima lisensi untuk memberikan royalti kepada pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait selama perjanjian lisensi berlaku. Namun, ketentuan ini dapat diperjanjikan lain, tergantung kesepakatan para pihak dalam perjanjian lisensi.

Dalam perjanjian lisensi, pihak yang memberi lisensi tidak dapat sembarangan menentukan besaran royalti yang harus diberikan. Sebab, Pasal 80 ayat (5) UU Hak Cipta mengatur bahwa Besaran royalti harus ditetapkan berdasarkan kelaziman praktik yang berlaku dan harus memenuhi unsur keadilan.

Jadi, perjanjian lisensi tidak dapat sembarangan dibuat. Minimal harus mengikuti kaidah yang tertera pada UU Hak Cipta.

Mau tingkatkan skill hukum lainnya? Akses kelasnya di et-asia.com/elearning sekarang!

Dasar hukum:
Undang Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Penulis:
Ratu Ayu Haristy Almosuz, Legal Project Officer

0